Karya 8: Tak Bertajuk

Karya kali ini adalah satu puisi yang berbentuk apresiasi kepada insan yang pernah, atau masih, memberi warna dalam kehidupan seharian kita.

Kadang-kadang kita tak mampu nak bercakap secara berdepan apresiasi tersebut, jadi mungkin ini alternatif yang ada, walaupun sedikit konvensional tapi efektif untuk mengungkapkannya dalam bentuk tulisan kompak.

Aku tulis puisi ini lama dahulu, dedikasi khas buat seorang sahabat yang pernah aku akrabi sejak bertahun-tahun, sempena ulang tahun kelahirannya dulu.

Oleh sebab ulang tahun kelahiran aku pun baru je lepas, jadinya aku persembahkan pulak kepada pembaca semua puisi ini. hoho

__________________________

Ingin kusuluh kau dengan siang
tika malammu membutakan pedoman
agar langkahmu tetap aman.

.
Inginku kupasangkan kau pelita
tika kecamukmu memadam asa
agar kau tak malap melara.
Inginku hembuskan semboyan inspirasi
kala medan ini seakan menguji
dengan amarah diri – agar ia
gagal menggugah gagah.

.

Inginku binakan kau sebuah gunung
dari batuan senyum dan murung
agar nanti bila girangmu terancam
uzlah kau ke sana mencari tenteram.

.
Juga aku,
ingin bungkuskan kau seratus warna pelangi
agar dapat kauhitung lapisan kegirangannya
buat mengusir lara
yang memunahkan kesentosaanmu.

.

Dalam keterbatasan ini kuakur
aku hanyalah seorang pelajar
yang hanya mula bertatih
mengenal kilauan siang,
menyala sumbu pelita,
meniup runcing semboyan,
mencangkul pasak gunung,
mengira warna pelangi.

.

Apa kata
kau tunjukkan aku
apa itu seruan sabar Khidir
tatkala terburunya Musa
dalam mengejar hikmah.
Juga tunjukkan aku santun Muhammad
tatkala gasarnya Abu Jahal
dalam menolak hidayah.

.

Dakwat Fikir
2.18, 19012009
Full House.

About Abdul Rahim

Tertera nama Abdul Rahim bin Zainudin

Posted on March 31, 2012, in Uncategorized. Bookmark the permalink. 1 Comment.

  1. Sedap puisi ni. Tulisanmu sering menjadikanku kagum. Bijak. Hehe

Leave a comment